BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Belajar
merupakan kegiatan yang berproses dan termasuk unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menurut Syah (2006),
belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya
perubahan-perubahan perilaku yang bersifat positif yang berorientasi pada aspek
kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).
Sebagai suatu proses, faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar seperti
lingkungan, sarana dan fasilitas pendidikan, kondisi fisiologis dan psikologis
merupakan hal- hal yang diproses, sedangkan hasil dari pemrosesan adalah
prestasi belajar (Purwanto, 2006). Pendekatan belajar (approach to learning)
dan strategi pembelajaran termasuk faktor-faktor yang juga menentukan tingkat
keberhasilan proses belajar.
Kesadaran bahwa belajar adalah
proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming person) bukan proses
untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain,
membawa kesadaran yang lain bahwa kegiatan belajar harus melibatkan individu
atau client dalam proses pemikiran: apa yang mereka inginkan,
apa yang dilakukan, menentukan dan merencanakan serta melakukan tindakan apa
saja yang perlu untuk memenuhi keinginan tersebut. Inti dari pendidikan adalah
menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri mereka sendiri, mengatur
urusan kehidupan mereka sendiri untuk berkembang dan matang, dengan
mempertimbangkan bahwa mereka juga sebagai makhluk sosial.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kebutuhan
belajar?
2.
Bagaimana mendiagnosis kebutuhan
belajar orang dewasa?
3.
Apa saja model pengukuran kebutuhan
belajar?
C.
Tujuan
dan manfaat
1.
Agar dapat menjelaskan dan
mengetahui tentang kebutuhan belajar.
2.
Untuk mendiagnosis kebutuhan
belajar orang dewasa.
3.
Untuk mengetahui cara menganalisis
kebutuhan belajar.
4.
Dapat menerapkan cara
mengidentifikasi kebutuhan belajar dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kebutuhan
belajar
Kegiatan penting yang kadang terabaikan dalam merancang
program pembelajaran adalah identifikasi kebutuhan belajar. Menurut Prof. Djuju
Sudjna keutuhan belajar dapat diartikan sebagai suatu jarak
antara tigkat pengetahuan, keterampilan, dan/atau sikap yang ingin diperoleh
seseorang, kelompok, lembaga, dan/atau masyarakat yang hanya dapat dicapai
melalui kegiatan belajar. Kaufman, menyebutkan bahwa masalah adalah selected
gap. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan belajar merupakan
sebuah gap antara keadaan yang sesungguhnya dengan keadaan yang diharapkan dan
itu harus terpenuhi dengan jalan belajar. Sebagai misal, seorang pemuda yang
menyatakan keinginannya untuk belajar sosiologi dalam rangka memperluas
pengetahuannya tentang kehidupan social masyarakat di Indonesia bahkan dunia.
Dengan demikian, keinginan yang dirasakan dan dinyatakan, baik lisan maupun
tulisan, yang harus dipenuhi melalui kegiatan belajar disebut kebutuhan
belajar.
Pada
tahap pengidentifikasian kebutuhan belajar ini, sebaiknya guru melibatkan
peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar,
sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan
pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar. Identifikasi kebutuhan belajar
bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar
kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa
memilikinya. Hal ini dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Peserta didik didorong untuk
menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi tertentu yang ingin mereka
miliki dan diperoleh melalui kegiatan pembelajaran.
b. Peserta didik didorong untuk
mengenali dan mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi
kebutuhan belajar.
c. Peserta didik dibantu untuk
mengenali dan menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi
kebutuhan belajar, baik yang datang dari dalam maupun dari luar
Kebutuhan belajar itu beragam hingga setiap
orang cenderung memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Apabila suatu
kebutuhan belajar telah terpenuhi, akan muncul kebutuhan belajar lainnya yang
harus dipenuhi melalui kegiatan belajar. Kebutuhan belajar perlu diidentifikasi
melalui pendekatan perorangan. Identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan
instrument yang cocok sehingga dapat mengungkap informasi yangn dinyatakan oleh
setiap individu yang merasakan kebutuhan belajar. Instrtumen ini diantaranya
uadalah wawancara, angket, dan kartu SKBM ( sumber dan kebutuhan belajar
masyarakat ).
Kebutuhan belajar yang dirasakan sama oleh
setiap individu dalam satu kelompok disebut kebutuhan belajar kelompok.
Kebutuhan belajar kelompok ini pada umumnya dapat dipenuhi melalui kegiatan
belajar bersama atau kegiatan belajar kelompok. Kelompok belajar bertujuan
untuk terjadinya proses belajar yang didasarkan atas kebutuhan belajar yang
telah diidentifikasi sebelumnya. Dengan kata lain bahwa hasil identifikasi kebutuhan
bahan belajar itu dijadikan bahan masukan dalam penyusun kurikulum atau program
belajar. Kebutuhan belajar dapat disusun kedalam
berbagai golongan. Beberapa pakar pendidikn dan peneliti kebutuhan belajar yang
dikemukakan dibawah ini dibuat oleh Johnstone dan rivera (1965) dalam buku
“Volunteers of Learning” yakni :
a. Kebutuhan belajar yang berkaitan
dengan tugas pekerjaan;
- Peningkatan keterampilan untuk
melaksanakan tugas professional.
- Keterampilan untuk melakukan
pelatihan dan pembelajaran.
- Pengetahuan dan keterampilan
manajerial/administrasi perusahaan
- Keterampilan menggunakan teknik
advertensi dan pemasaran.
- Pengetahuan dan keterampilan
manajemen perkantoran .
b. Kebutuhan belajar yang
berhubungan dengan kegemaran dan rekreasi;
- Keterampilan berolah raga
- Keterampilan membuat dekorasi
- Keterampilan menggunakan alat
musik
- Keterampilan melukis dan memahat
- Keterampilan rekreasi lainnya
c. Kebutuhan belajar yang berkaitan
dengan keagamaan;
- Peningkatan pengetahuan tentang
agama yang dianut dan cara pengalamanya
- Peningkatan kesadaran dan sikap
beragama
- Pengetahuan dan keterampilan
tentang cara-cara untuk mempelajari dan menyiarkan agama
d. Kebutuhan belajar yang
berhubungan dengan penguasaan bahasa dan pengetahuan umum;
- Pengetahuan dan keterampilan
bahasa asing
- Pengetahuan dan keterampilan
tentang kesusasteraan
- Pengetahuan dan pemahaman tentang
sejarah
- Pengetahuan dan keterampilan
ppenggunaan matematika dan statistika
e. Kebutuhan belajar yang berkaitan
dengan kerumahtanggaan;
- Keterampilan tata busana
- Keterampilan tata boga
- Keterampilan meningkatkan
pendapatan keluarga
- Keterampilan membina keluarga
sehat.
f. Kebutuhan belajar yang berkaitan
dengan penampilan diri;
- keterampilan memelihara kesegaran
jasmani
- keterampilan membaca cepat
- keterampilan belajar secara aktif
- keterampilan berbicara di depan
umum
- keterampilan berkomunikasi secara
efektif
- keterampilan bergaul di
masyarakat
g. Kebutuhan belajar yang
berhubungan dengan pengetahuan peristiwa baru;
- pengetahuan tentang
peristiwa-peristiwa di dalam negeri
- pengetahuan tentang
peristiwa-peristiwa di luar negeri
- pengetahuan tentang berbagai
aliran politik
- pengetahuan tentang cara menjadi
warga negara yang baik
h. Kebutuhan belajar yang
berhubungan dengan usaha dibidang pertanian;
- keterampilan mengolah tanah ,
memilih bibit , dan memelihara tanaman
- keterampilan memberantas penyakit
dan hama tanaman
- keterampialan mengolah hasil
pertanian dan memasarkannya
- keterampilan beternak hewan dan
ikan
- keterampilan membina usaha
pertanian
i. Kebutuhan belajar yang berkaitan
dengan pelayanan jasa ;
- keterampilan mengemudi
- keterampilan perbengkelan
- keterampilan pelayanan jasa
angkutan
- keterampilan yang berkaitan
dengan jasa lainnya
B.
Mendiagnosis
Kebutuhan Belajar Orang Dewasa
Proses mendiagnosis kebutuhan belajar itu
melibatkan tiga langkah :
Pertama, dengan mengembangkan suatu model
tingkah laku yang diinginkan atau kompetensi yang diperlukan. Kedua, melalui
tingkat penampilan kompetisi orang itu. Dan ketiga, menilai kesenjangan antara
model dengan tingkat penampilannya sekarang.
1.
Mengembangkan
Model Kompetensi
Model atau tingkah laku yang diinginkan atau
kompetensi yang diperlukan dapat dikembangkan dengan berbagai jalan,
diantaranya melalui :
a.
Penelitian
Misalnya The Cooperative, Extension Service,
telah berhasil mengembangkan suatu model kompetensi yang diperlukan yang
berhasil dengan melalui hasil penemuan penelitian dari Pusat Percobaan Pertanian mengenai cara menghasilkan panen
yang baik. Kompetisi yang diperlukan bagi guru-guru, dokter, para administrator
rumah sakit dan pekerja social serta para professional lainnya telah banyak
dilakukan penelitian. Tetapi pada kebanyakan pekerjaan yang nonvokasional yang
memusat pada kehidupan manusia, sedikit sekali dilakukan penelitian mengenai
kompetensi yang diperlukan.
b.
Pertimbangan
Para Ahli
Banyak kelembagaan yang menggunakan para
ahlinya untuk mengkontruksi model kompetensi yang diperlukan untuk suatu
peranan yang unik dalam kelembagaanya. Misalnya perkumpulan Pramuka di Amerika
Serikat baru-baru ini memutuskan untuk . membuat suatu latihan kepemimpinan.
Mereka mengadakan pertemuan para ahli dari bermacam departemen dan tingkat
organisasi untuk mengidentifikasi sepuluh area dari kompetensi yang diperlukan
untuk para pemimpin. Kemudian mereke mengonstruksi suatu “mode” yang
menggambarkan mengenai kompetensi umum yangn diperlukan, serta mencatat
perilaku khusus yang berkaitan dengan masing-masing kompetensi tersebut.
c.
Analisis tugas
Dilakukan dengan pengamatan,studi atau mencatat
beberapa orang yang sedang melakukan suatu peranan tertentu. Dan ini akan
memungkinkan untuk mengkonstruksi suatu model kompetensi yang dipunyai oleh
pelaksana yang paling efektief. Suatu analisis tugas yang baik terdiri dari
pengkategorian situasi yang dihadapi oleh suatu peran dan mendeskripsikan
jenis-jenis perbuatan serta kompetensi yang diperlukan.
d.
Partisipasi
kelompok
Kelompok membuat model kompetensi yang akan
menghasilkan belajar yang lebih besar. Sumber data bagi kelompok dalam
mengembangkan model berasal dari :
1.
Hasil penelitian dan pertimbangan para ahli
2.
Pengamatan oleh peserta didik
3.
Presentasi para ahli di kelas
4.
Wawancara peserta ahli dalam masyarakat
5.
pengalaman peserta dan hasil observasi
6.
pengalaman pelatih dan pemimpin
2.
Menilai tingkat
penampilan sekarang
Sedikitnya perhatian yang diberikan kepada peserta
orang dewasa untuk mendiagnosa kebutuhannya membuat kemampuanya dalm
mendiagnosa tingkat penampilannya sangat terbatas. Adanya persaingan untuk
kenaikan kelas merupakan salah satu elemen dalam tradisi pendidikan.
Mengakibatkan kebanyakan orang dewasa
mengikuti kegiatan pembelajaran lebih bersifat defensif. Kerenanya mendiagnosis
sendiri dengan tujuan untuk mngetahui kelemahannya adalah aneh bagi mereka.
Berdasarkan suatu pengalaman, presentasi tingkat mengenai rasional dari self
diagnose sebagai suatu yang esensial dari cara belajar sendiri secara terarah
akan membantu membuat konsep lebih mudah diterima. Cara yang paling sederhana
dalam mendiagnosa sendiri adalah pengalaman laboratoris hubungan antarmanusia. Sikap
ini dapat diperkuat dengan melalui kegiatan dalam diskusi kelompok yang
diadakan prosedur untuk menganalisis perilaku kelompok.
3.
Memberikan
bukti-bukti mengenai penampilan saat ini
Penampilan yang berbeda menyebabkan berbeda
pula prosedur penilaiannya. Penilaian terhadap penampilan pada area
“pengetahuan” memerlukan peserta untuk menunjukkan apa yang diketahui. Penilaian
terhadap penampilan pada area “pemahaman dan kesadaran” memerlukan peserta
untuk menunjukkan kemampuannya dalam suatu situasi,dapat melihat
pola,mengembangkan kategori, mengetahui hubungan sebab akibat,dan secara umum
dapat menerapkan pengetahuan dan proses berpikirnya untuk menganalisis dan
memecahkan masalah. Bagi sebagian orang dewasa, latihan simulasi akan lebih
realistic dan relevan dipakai untuk mengetahui tingkat penampilan kemampuan dan
berpikir kritis mereka. Penilaian terhadap penampilan pada area
“ketrampilan”memerlukan peserta untuk menunjukkan perbuatan yang dikuasai .
penilaian terhadap penampilan “sikap dan minat” lebih sulit dibandingkan dengan
menilai pengetahuan dan ketrampilan seseorang.
4.
Penilaian
kebutuhan belajar
Langkah terakhir dalam proses mendiagnosa diri
sendiri adalah menilai kesenjangan antara model perilaku yang diinginkan dengan
penampilan perilaku yang sekarang. Adanya kesenjangan antara perilaku yang
diinginkan dengan penampilan perilaku yang sekarang merupakan pencerminan kebutuhan
belajar.
C.
Model
Pengukuran Kebutuhan Belajar
Model pengukuran kebutuhan belajar
merupakan bentuk pengukuran terhadap hal-hal yang harus ada dan dibutuhkan
dalam kegiatan belajar, yang disajikan oleh pendidik (guru) dan disesuaikan
dengan program pembelajaran yang dilakukan. Terdapat tiga model pengukuran
dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar, yaitu model induktif, model deduktif
dan model klasik (Koufman, 1972).
1.
Model Induktif
Pendekatan yang digunakan dalam
model Induktif menekankan pada usaha yang dilakukan dari pihak yang terdekat,
langsung, dan bagian-bagian ke arah pihak yang luas, dan menyeluruh. Oleh
karena itu, melalui pendekatan ini diusahakan secara langsung pada kemampuan
yang telah dimiliki setiap peserta didik, kemudian membandingkannya dengan
kemampuan yang diharapkan atau harus dimiliki sesuai dengan tuntutan yang
datang kepada dirinya. Model ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis
kebutuhan belajar yang bersifat kebutuhan terasa (felt needs) atau kebutuhan
belajar dalam pendidikan yang dirasakan langsung oleh peserta didik. Model
Induktif ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1). dapat diperoleh informasi
yang langsung, 2). tepat mengenai jenis kebutuhan Peserta didik, sehingga
memudahkan kepada guru (pendidik) untuk memilih materi belajar yang sesuai
dengan kebutuhan tersebut. Namun, kelemahannya pun ada, yaitu; dalam menetapkan
materi pendidikan yang bersifat menyeluruh, dan umum untuk peserta didik yang
banyak dan luas akan membutuhkan waktu, dana, dan tenaga yang banyak. Model
induktif memiliki langkah-langkah sebagai berikut :
- Mulai dari pengukuran tingkah laku siswa pada
saat sekarang;
- Kemudian mengelompokkan dalam
kawasan program dari sudut tujuan (umum) yang diharapkan;
- Harapan-harapan tersebut
dibandingkan dengan tujuan yang besar yang ada pada kurikulum, baru lahirlah
kesenjangan.
- Untuk menyediakan program, maka
disusun tujuan secara terperinci dalam program yang tepat, dilaksanakan,
dievaluasi, dan direvisi.
Pelaksanaan pengukuran (assessment)
kemampuan yang telah dimiliki calon peserta pelatihan disesuaikan dengan
kondisi calon itu sendiri. Apabila calon sudah bisa membaca dan menulis, maka
identifikasi dapat dilakukan melalui kegiatan pemberian angket, atau juga bisa
melalui wawancara, dengan pokok-pokok pertanyaan.
Setelah memperoleh sejumlah
kebutuhan belajar baik dari satu atau beberapa peserta, maka pendidik perlu
menetapkan prioritas kebutuhan belajar. Penetapan prioritas ini dapat dilakukan
pendidik bersama-sama peserta didik atau dilakukannya sendiri, yang kemudian
diinformasikan lebih lanjut kepada peserta yang didasarkan kepada hasil jenis
kebutuhan belajar yang diperoleh. Teknik yang digunakan untuk penetapan ini
dapat dilakukan melalui diskusi, atau curah. pendapat, atau pasar data. Apabila
pendidik sudah memperoleh penetapan prioritas, maka pendidik bertugas untuk
mengembangkan materi pembelajaran, serta menyelenggarakan proses belajar.
2.
Model Deduktif
Pendekatan pada model ini dilakukan
secara deduktif, dalam bahwa identifikasi kebutuhan pembelajaran dilakukan
secara umum, dengan sasaran yang luas. Apabila akan menetapkan kebutuhan
belajar untuk peserta didik yang memiliki karakteristik yang sama, maka
pelaksanaan identifikasinya dilakukan pengajuan pertimbangan kepada semua
peserta didik (sasaran). Keuntungan dari tipe ini adalah bahwa hasil
identifikasi dapat diperoleh dari sasaran yang luas, sehingga ada kecenderungan
penyelesaiannya menggunakan harga yang murah, dan relatif lebih efesien
dibanding dengan tipe induktif, karena informasi kebutuhan belajar yang
diperoleh dapat digunakan untuk penyelenggaraan proses belajar dalam pelatihan
secara umum. Namun demikian, model ini mempunyai kelemahan dari segi
efektifitasnya, karena belum tentu semua peserta didik (sasaran) diduga
memiliki karakteristik yang sama akan memanfaatkan, dan membutuhkan hasil
identifikasi tersebut. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa keanekaragaman
peserta didik cenderung memiliki minat dan kebutuhan belajar yang berbeda. Kebutuhan
belajar hasil identifikasi model deduktif termasuk jenis kebutuhan terduga (expected
needs),bahwa peserta didik pada umumnya diduga membutuhkan jenis kebutuhan belajar
tersebut. Hal menarik bahwa, pernyataan jenis kebutuhan bisa tidak diungkapkan
oleh diri peserta didik secara langsung, akan tetapi oleh pihak lain yang
diduga memahami tentang kondisi peserta didik.
Model deduktif memilki
langkah-langkah sebagai berikut:
- Dimulai dari tujuan umum berupa
pernyataan hasil belajar yang diharapkan;
- Kembangkan ukuran / kriteria
untuk mengukur tingkah laku tertentu;
- Kumpulkan data untuk mengetahui
adanya kesenjangan;
- Atas dasar kesenjangan –
kesenjangan tersebut disusun tujuan khusus
- Program dikembangkan,
dilaksanakan, dan di evaluasi.
Identifikasi pada model ini
dilakukan secara universal kepada tiga pihak sasaran, yaitu :
1. Keluarga peserta pelatihan atau
anggota masyarakat lain yang berkepentingan dengan pendidikan.
2. Pelaksana dan Pengelola
Pelatihan: Kepala, penyelenggara, pelatih (tutor) dll.
3. Peserta pelatihan, untuk setiap
jenis materi pembelajaran yang akan dikembangkan di kelas
Pelaksanaan identifikasi kebutuhan
pelatihan(kebutuhan belajar) pada model deduktif ini dimulai dari identifikasi
kepada kedua pihak (keluarga, orang tua, dan pengelola pelatihan) kemudian
penetapan keputusannya disesuaikan dengan jenis kebutuhan pelatihan yang
diharapkan oleh peserta. Teknik yang digunakan dalam kegiatan identifikasi
kebutuhan model ini adalah kuesioner, dan inventori yang disampaikan kepada
ketiga pihak di atas, yang intinya menanyakan atau menyusun daftar jenis-jenis
kebutuhan belajar yang diduga diperlukan untuk peserta.
3.
Model Klasik
Model klasik ini ditujukan untuk
menyesuaikan bahan belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum atau program
belajar dengan kebutuhan belajar yang dirasakan peserta (sasaran). Pendidik
mengidentifikasi kesenjangan di antara kemampuan yang telah dimiliki peserta didik
dengan bahan belajar yang akan dipelajari. Tujuan dari model klasik ini adalah
untuk mendekatkan kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan
dipelajari, sehingga peserta pelatihan didik tidak akan memperoleh kesenjangan
dan kesulitan dalam mempelajari bahan belajar yang baru. Keuntungan dari model
ini adalah untuk memudahkan peserta didik dalam mempelajari bahan belajar, di
samping kemampuan yang telah dimiliki akan menjadi modal untuk memahami bahan
belajar yang baru. Kelemahannya adalah bagi peserta didik yang terlalu jauh
kemampuan dasarnya dengan bahan belajar yang akan dipelajari menuntut untuk
mempelajari terlebih dahulu kesenjangan kemampuan tersebut, sehingga dalam
mempelajari kebutuhan belajar yang diharapkannya membutuhkan waktu yang lama.
Kegiatan identifikasi kebutuhan
belajar model klasik ini dilakukan pendidik kepada peserta didik, dengan cara
pemberian tes, wawancara, atau kartu kebutuhan belajar, untuk menetapkan
kemampuan awal peserta (entry behavior level). Selanjutnya, kemampuan awal
tersebut dibandingkan dengan susunan pengetahuan yang terdapat dalam materi
(modul, satpel dll) yang sudah ada. Apabila pendidik memperoleh hasil bahwa
kemampuan peserta didik di bawah batas awal bahan belajar yang terdapat pada
program belajar, maka peserta didik perlu memberikan supplement terlebih
dahulu, sampai mendekati batas bahan pelatihan yang akan dipelajari. Namun,
apabila pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan awal sudah berada pada pokok
bahasan yang ada pada program, maka peserta pembelajaran bertugas untuk
menetapkan strategi belajar dalam pelatihan yang tepat untuk membelajarkan
peserta dari pokok bahasan pertama. Penetapan metode belajar ini ditujukan
untuk menghilangkan kebosanan pada diri peserta.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Merupakan suatu keharusan bahwa
kebutuhan belajar tertentu dari para peserta dalam suatu kegiatan belajar perlu
didiagnosa. Kebutuhan belajar pada tiap orang sangat berbeda. Seluruh pihak dan
terkait dengan kebutuhan belajar. Sebagai pengajar Identifikasi kebutuhan
belajar bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik
agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa
memilikinya. Proses
mendiagnosis kebutuhan belajar sendiri terjadi dengan mengembangkan suatu model
tingkah laku yang diinginkan atau kompetensi yang diperlukan. Dan melalui
tingkat penampilan kompetisi orang itu. Selain itu menilai kesenjangan antara
model dengan tingkat penampilannya sekarang.
DAFTAR
PUSTAKA